Senin, 09 Maret 2009

“Smart Power” Kado Uncle Sam buat si Good Boy

"Kami membicarakan tentang 3D, yaitu defence, diplomacy dan development, AS sudah memikirkan bahwa ketiganya akan berjalan beriringan "
(Menlu AS, Hillary Rodham Clinton)

PADA 17 Februari hingga 22 Februari lalu Hillary Rodham Clinton Menlu AS pada pemerintahan Obama memulai kunjungan kenegaraan pertamanya. Jepang, Indonesia, Korea Selatan, dan China, selama delapan hari menunjungi empat Negara yang menjadi tujuan lawatan kenegaraan mantan ibu Negara tersebut. Angin bertiup ke tenggara peta politik luarnegeri AS mulai membidik Asia sebagai mitra strategis.

Lawatan Hillary ke kawasan Asia di pandang kontradiktif dengan tradisi yang selama ini di jalankan oleh para Menlu AS, pada umumnya lawatan perdana para menlu AS adalah Negara-negara sekutu di kawasan Eropa dan timur-tengah untuk menegaskan eksistensi AS sebagai “Imperium”, sekedar catatan Lawatan perdana Menlu James Baker III (1989) pada zaman Presiden George HW Bush adalah Kanada dan Eropa Barat. Lalu Warren Christopher (1993) pada masa Presiden Bill Clinton ke negara-negara di Timur Tengah, Madeleine Albright (1997) pada masa Presiden Bill Clinton ke sekutu AS di Eropa Barat, Colin Powell (2001) pada zaman Presiden George W Bush ke Timur Tengah (Mesir, Arab Saudi, Israel, Gaza, Tepi Barat, dan Jordania), dan Condoleezza Rice (2005) pada masa Presiden George W Bush ke Inggris, Jerman, Polandia, dan Timur Tengah.

Terobosan yang dilakoni Hillary untuk mengunjungi Asia bukanlah tanpa alasan, kawasan Asia di pandang memiliki nilai strategis dalam percaturan dunia pada umumnya dan menjadi agenda panting politik luarnegeri AS, baik dari segi pertumbuhan ekonomi, politik maupun pertahan keamanan. Namun secara mendasar dapat disimak bahwa rezim Obama hendak menarik garis tegas dengan kebijakan luarnegeri era presiden Bush yang sangat konfrontatif menuju hubungan luarnegeri yang diplomatis di bawah tanagn dingin Hillary.
Kampanye besar Hillary dalam lawatan kenegaraan tersebut adalah untuk menegaskan sikap politik luarnegeri AS era Obama yang kemudian dinamakan dengan “Smart Power”, yaitu suatu cara pandang AS dalam bersikap pada tataran internasional dengan tiga pilar utama yaitu defence, diplomacy dan development, ketiga hal tersebut menurut Hillary sanagat diperlukan dunia saat ini dan harus dapat berjalan seimbang.

Tiga isu utama yang diusung tersebut merupkan fenomena global yang sedang melanda dunia satu dasawarsa ini. Dalam bidang pertahanan (defence) dunia di hadapkan pada radikalisme anti Amerika yang di dengungkan oleh Osama kemudian berujung pada tragedy 11 september. Peristiwa tersebut oleh Bush di manfaatkan sebagai momentum untuk melegitimasi upaya aneksasi-nya atas Afganistan dan menundukan Saddam di Irak, maka pecahlah peran Irak dan Afganistan. Obama hadir dengan janji hendak mewujudkan perdamaian di Timur-Tengah, Irak juga Afganistan, ribuan pasukan di tarik dari Irak namun ironisnya penambahan pasukan secara besar-besaran memasuki Afganistan, yang paling miris adalah kemenangan Obama di rayakan Israel dengan rudal & bom yang menghujam jalur Gaza merengut rubuan nyawa. Fenomena tersebut hendak di jadikan agenda dunia dengan AS sebagai leader nya.

Dalam bidang diplomasi (diplomacy) AS memilih berbenah, hal tersebut di karenakan kebijakan perang yang di keluarkan oleh Bush dengan dalih melawan terorisme ternyata mendapat respon negative dunia. Dalam situasi tersebut eksisensi AS sebagai Negara pelopor demokrasi yang mengutamakan perdamaian mulai pudar. Diplomasi yang berupaya di bangun oleh rezim Obama hendak memperbaiki citra tersebut dengan menggunakan pendekatan yang lebih diplomatis.

Dari segi pembangunan (development) posisi AS sedang terancam, telah hadir ancaman yang akan mengerus kedigdayaan ekonomi liberal, antaman tersebut dating dari dalam (resesi ekonomi AS) juga dari luar (China, Uni Eropa, Amerika latin). Fenomena ini dalam pandangan Gramscian sebagai Blok Historis Baru yang kemudian secara sistemanis melakukan conter hegemoni atas AS. Selain itu upaya AS dalam melakukan upaya stabilitas ekonomi dengan mengeluarkan dana talangan sebesar USD,787 miliar untuk stimulus ekonomi sebesar. Untuk dana yang besarnya hamper 5 kali lipan APBN Indonesia tersebut maka AS membutuhkan mitra untuk melakukan pengembangan investasi (fiscal / non fiscal) di beberapa Negara yang di pandang potensial, salah satunya adalah Indonesia.
Smart Power konsep yang baru didengungkan tersebut hendak di terapkan pada Negara-negara yang di pandang strategis untuk AS seperti, Jepang yang merupakan sekutu utama AS setelah perang dunia kedua, China adalah salah satu macan ekonomi dunia, Korsel sebagai anak emas AS dalam menghadang Korut. Pertanyaan yang cukup menggelitik apa arti pentingnya Indonesia bagi politik luarnegeri AS ?

Si Good Boy di mata Uncle Sam
Pada lawatannya ke Jakarta Hillary pernah mengatakan bahwa, Indonesia dan Amerika harus dapat bekerja sama dalam perlindungan lingkungan dan perubahan iklim, perdagangan dan investasi, promosi demokrasi, kesehatan, pendidikan, keamanan nasional dan kontra terorisme. Hal tersebut menandaskan bahwa AS memandang Indonesia sebagai mitra strategis untuk mendorong kepentingan nasionalnya (AS) di kawasan regional ASEAN ataupun ditingkat domestic Indonesia sendiri.

Sesuai dengan konsep Smart Power (defence, diplomacy dan development) yang diusung Hillary maka kita dapat sedikit meneropong, apa saja pertimbangan AS untuk menjatuhkan pilihan pada Indonesia sebagai salah satu mitra strategisnya di kawasa Asia ?
Kunjungan Hillary ke Indonesia mengishyratkan pentingnya indonesi untuk mengsukseskan agenda Smart power yang dijalankan oleh AS.
Dalam bidang pertahanan (defence) Terkait isu timur tengah maka Indonesia di pandang sebagai saudara jauh dari Timur-tengah karena merupakan salah satu negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan 237 juta jiwa yang 90% adalah beragama Islam. Selain itu upaya Indonesia memerangi terorisme di pandang sukses oleh AS, hal tersebut berdasar atas terbongkarnya jaringan Al-qaidah di Indonesia, penangulangan beberapa aksi terror (bom) serta eksekusi atas terdakwa bom bali.

Dalam aspek Diplomacy, Indonesia cukup di perhitungkan dalam regional ASEAN, Kedudukan Indonesia dalam ASEAN. Indonesia adalah Negara penggagas dan terbesar di antara 10 negara anggota ASEAN. Sehingga secara structural maupun cultural Indonesia memiliki power yang cukup untuk mengendalikan ASEAN. Selain itu Aura demokratisasi di Indonesia cukup positif, perkembangan partai politik, media masa, kedaulatan berserikat, dll, tumbuh subur di bandingkan sebelum reformasi. Menurut Hillary Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan AS. Satu lagi isu yang menarika adalah upaya Indonesia dalam pengelolaan lingkungan hidup menangulangi Global Warming dengan menyelengarakan United Nations Climate Change Conference, desember 2007. Upaya tersebut menghasilkan Hasilkan Bali Roadma.

Pada aspekm pembangunan (Development), maka posisi Indonesia sangat di butuhkan oleh AS, hal tersebut terkait dengan beberapa aspek penting antar lain, investasi AS di Indonesia yang pada 2008 AS menanamkan investasi sebesar 10,6 miliar dollar AS. Investasi tersebut telah menghadirkan in come besar bagi pemerintah AS seperti, PT.Preeport, NewMont, Blok Natuna, ExxonMobile, dll. Di samping itu hubungan dagang (bilateral) kedua Negara pada tahun 2008 lalu tercatat mencapai 20,1 miliar dollar AS. Bukan hanya itu dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa Indonesia dipandang sebagai pasar potensial untuk menjual barang produksi AS.

Catatan di atas cukup menjadikan pertimbangan berarti bagi AS untuk merangkul Indonesia. Ada Adagium yang cukup menarik, “tidak ada makan siang yang gratis”, maka respon positif Indonesia atas kunjungan Hillary ternyata berbuah hadiah manis dari si uncle (AS)

Hadiah manis bernama SWAP buat si good boy
Bilateral swap agreement adalah sebuah fasilitas bantuan keuangan jangka pendek dalam bentuk penukaran mata uang asing (foreign exchange swap) yang bertujuan untuk memperkuat cadangan devisa negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran jangka pendek. Menurut Sri Mulyani Apabila ada semacam support bilateral oleh AS (Bilateral swap agreement) maka sama seperti yang kita lakukan di Chiang Mai inisiative dan ASEAN+3. Bila kita merujuk merujuk pada arangement dalam Chiang Mai inisiative, maka Indonesia mendapatkan 12 miliar dollar AS. Rencananya bila dana tersebut cair maka akan di gunakan untuk mendorong sector Finansial (makro ekonomi).

Uncle sam (AS) punya dua tangan
Pax Americana (represifitas state apparatus)
Washington consensus (ideological state apparatus)
Bila si good boy membangkang pasti ditendang



Konsep Ekonomi Kerakyatan

Pendahuluan


Krisis global “Made in USA”

Kapitalisme menghancurkan dunia, kalimat tersebut saat ini bukan lagi milik kelompok kiri radikal yang selama ini selalu meneriakan slogan ponolakan anti kapitalisme dengan segala instrumennya (MNC-TNC). Namun slogan tersebut mulai nyaring di dengar dari beberapa Negara atau actor yang selama ini di pandang akrab dan mendukung langkah-langkah kapitalis yang pro pasar bebas, liberalisasi dan penerapan ekonomi tidak sempurna lewat pasar financial.

Kedigdayaan Amerika serikat sebagai icon dari kapitalisme global pasca kemenangannya atas komunisme dengan runtuhnya Soviet di pandang sebagi Negara tersukses yang telah menerapkan kebijakan ekonomi global yang pro pasar sehingga menempatkan posisi AS sebagi Negara super power terutama dalam bidang ekonomi kini mulai menemui ajalnya. Bagaimana tidak setelah great depression pada decade 30an yang ternyata terselamatkan dengan adanya perang dunia II dan lahirnya bretton woods agreement, berimbas pada melejitnya AS sebagai salah satu actor dominant dalam perkembangan ekonomi-politik internasional dan sekarang gelombang krisis besar sedang mendera AS.

Dewi fortuna menjauh dan awan medung mulai menyelimuti AS. Resesi yang terjadi di AS saat ini dinilai lebih dahsyat dari sebelumnya (great depression 30an) AS menghancurkan dirinya sendiri inbas dari gelembung ekonomi yang di ciptakanya kini telah pecah dan ternyata berimbas pada stabilitas ekonomi global.

Resesi ekonomi AS berawal dari adanya kasus subprime mortgage atau kredit macet sektor perumahan. Kondisi tersebut menghantam dunia perbankan AS yang berdampak pada ambruknya pasar modal AS dengan anjloknya indeks saham di New York Stock Exchange (NYSE). Kelesuan ekonomi AS tersebut diperparah melambungnya harga minyak dunia hingga menyentuh harga 105 dolar AS per barel yang memberi kontribusi terhadap tekanan terhadap perekonomian negeri paman sam tersebut. Bukan hanya itu penumpukan hutang nasional hingga 8,98 Trilyun USD sedang in-come PDB-nya hanya 13 Trilyun, selain Program pengurangan pajak koorporasi sebesar 1,35 Trilyun yang secara otomatis mengurangi pendapatan Negara. Selain itu Kebijakan kontrofersial Bush untuk perang Afganistan dan Iraq di pandang keliru di tinjau dari segi ekonomi karena menghabiskan anggaran yang sangat besar.

Kondisi internal dan eksternal yang kurang kondusif menggiring melemahnya nilai tukar dolar AS terhadap euro dan yen sehingga memicu kenaikan harga komoditas internasional seperti minyak, batu bara, gas alam dan emas. Ketergantungan industri AS akan minyak masih dominan sehingga menambah deret keterpurukan ekonomi AS. Konsekuensi dari peristiwa tersebut berdampak pada stagflasi dimana akan terjadi percepatan laju inflasi global yang mendorong perlambatan ekonomi, dan selanjutnya krisis akan jadi milik kita semua bukan atas nama individu melainkan nasib suatu bangsa.

Respon pemerintahan SBY-JK

Krisis finansial AS kontan berimabs negatif bagi perekonomian domestik, namun pemerintah sebagai eksekutif (eksekutor) enggan menyatakan Indonesia sedang dalam labirin krisis global hal tersebut sangat kontra dengan realita ekonomi domestik, oleh sejumlah ekonom situasi Indonesia saat ini lebih parah dari krisis 1998 yang ketika itu hanya menghantam sektor ekonomi makro dan sektor ekonomi mikro tetap melaju, berbeda dengan krisis sekarang 2008 (krisis jilid II) gelombang besar krisis tersebut menghantam sektor ekonomi makro maupun mikro sehingga terjadi koreksi atas APBN 2008.

Pada tataran makro ekonomi dapat di lihat beberapa indikator ketidak stabilan dan kerapuan ekonomi antara lain, anjloknya nilai tukar rupiah atas dolar dari semula berkisar Rp.9000,00 per dolar melemah sampai level Rp.12.000,00 per dolar, pelemahan ini berimbas pada sentimen negatif pasar perbankan di tunjukan dengan penarikan dana di beberapa bank nasional karena tidak ada jaminan dari pemerintah sehingga memaksa pemerintah menaikan suku bunga BI yang mencapai 10% yang ternyata berimbas pada sektor ekonomi reil akan sukubunga kredit yang tinggi. selain itu pengakuisisan bank mandiri atas bank sinar harapan dengan jumlah aset sebesar Rp.265 triliun menunjukan kondisi perbankan (ekonomi makro) yang tidak sehat.
pada tataran ekonomi mikro dapat diperhatikan dengan seksama beberapa indikator yang membuat sektor ini seperti "hidup enggan mati tak mau" penurunan neraca eksport karena permintaan yang sedikit dari pasar internasional memkasa beberapa komoditi ekspor tidak laku di pasaran internasional sehingga beberapa industri kecil menengah gulungtikar. Hal tersebut di perparah dengan melonjaknya harga BBM bebrapa waktu lalu. pada industri manufaktur juga terjadi kelambatan produksi karena lesunya permintaan dan cost oroduksi yang meningi sehinnga pemerintah mengeluarkan kebijakan kontrofersial yaitu SKB 4 menteri. Tingginya angka pengangguran karena PHK masal yang menurut Depnakertrans di perkirakan Sekitar 500 ribu hingga 1 juta orang di Indonesia bakal terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga akhir 2009 akibat krisis global. Dana talangan yang di keluarkan BI sebesar Rp.300 triliun dengan dalih melindungi pasar domestik ternyata tidak membawa perubahan signifikan. sejauh ini pemerintah telah mengeluarkan 10 langkah kebijakan pamungkas untuk menanggulangi krisis global. Bagai mana hasilnya masih menjadi misteri.


People Power

Berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermartabat dalam kebudayaan kesemuanya merupakan selogan yang pernah di dengungkan Ir.Soekarno dalam menghadapi perang dinggin sehingga mengangkat moral bangsa Indonesia. Belajar dari sejarah serta relitas situasi social Indonesia maka kita dapat menemukan jawaban untuk keluar dari krisis global yaitu People Power, dimana pemberdayaan sector ekonomi rakyat antara lain, Sektor pertanian yang mencakup pertanian, kehutanan, peternakan, dan perikanan turut berkontribusi 4,3 persen terhadap pertumbuhan perekonomian nasional. Masih lebih tinggi 0,1 persen dari industri pengolahan. Walau belum setinggi sektor usaha lain, seperti konstruksi (7,9 persen) atau pengangkutan dan komunikasi (19,0 persen), sektor pertanian menampung beban yang sangat besar. Sebanyak 42,5 juta orang dari 108,1 juta angkatan kerja nasional bekerja di sektor ini. Meski kontribusi sektor pertanian sudah terbukti dalam perekonomian nasional, kebijakan pemerintah masih belum komprehensif. Sampai sekarang, pengembangan pertanian nasional masih belum terintegrasi dengan kebijakan perindustrian dan perdagangan.



Latar Belakang Penulisan

Dalam ilmu hubungan internasional kita mengenal hubungan interdependensi, dimana seluruh Negara di dunia memiliki hubungan saling membutuhkan dan saling mempengaruhi terutama dalam sector ekonomi. Krisis ekonomi yang bermula di AS secara nyata berimbas langsung pada Negara maju maupun negara berkembang tidak terkecuali Indonesia. Fenomena tersebut menimbulkan Perubahan konfigurasi ekonomi internasionl yang memaksa Indonesia harus membangun fundamental ekonomi sesuai dengan potensi (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang bertujuan untuk menghadirkan keunggulan komparatif (comparative advantage) sehingga dapat bersaing dalam ekonomi internasional.
Pada dasarnya ada dua hal yang hendak di deskripsikan olah penulis dalam penulisan ilmiah ini antara lain :
1. faktor apakah yang paling dominan sehingga memicu terjadinya krisis ekonomi AS yang berimbas pada stabilitas ekonomi global?
2. Bagaimana konsep ekonomi rakyat dapat mendorong peningkatan ekonomi Indonesia sehingga terhindar dari krisis global dan dapat mandiri secara ekonomi?


Tujuan Penulisan

Penulisan ini di harapkan dapat menditeksi problematika keterpurukan ekonomi global, dan bagaimana Indonesia agar bisa keluar dari krisis, serta membangun fundamental ekonomi sesuai dengan SDM dan SDA yang tersedia, Sehingga dapat menghadirkan hubungan interdependensi yang sinergis.


Daftar Pustaka

- De soto, Hernando. The mystery of capital, rahasia kejayaan kapitalisme barat. Qalam, Yogyakarta 2006.
- Setiawan, Bonnie. Peralihan kapitalisme di dunia ketiga, teori-teori dari klasik sampai kontemporer. Insis press,KPA dan Pustaka Pelajar. Jakarta 1999.
- Herinowo, Cyrillus. IMF, penaganan krisis dan Indonesia pasca-IMF. Gramedia pustaka utama. Jakarta 2004.
- Stiglitz, E Joseph. Dekade keserakahan, era’90-an dan awal mula petaka ekonomi dunia. Marjin kiri cipta lintas wacana. Tangerang 2006.
- Jackson, Robert & Sorensen, Georg. Pengantar studi hubungan internasional. Pustaka pelajar. Yogyakarta 2005.
Jurnal & Artikel
- Jurnal Ekonomi Rakyat :
Sri-Edi Swasono, SISTEM EKONOMI INDONESIA.Artikel-Th.I-No.2-April 2002.
Mubyarto, EKONOMI RAKYAT INDONESIA. Artikel - Th. I - No. 1 - Maret 2002.
Frans Seda, KRISIS MONETER INDONESIA. Artikel-Th.I-No.3-Mei 2002.
- Reihana Mohideen, Krisis Finansial Global: Dampaknya terhadap Asia,
Diambil dari Links; International Journal of Socialist Renewal, Anxious Depositors Withdraw Cash from Asian Banks”, oleh Keith Bradsher dan Heather Timmons, New York Times, September 25, 2008. Diterjemahkan oleh NEFOS.org.
- www. Kompas. com :
Sri Hartati Samhadi, Awas! Babak Kedua Krisis Global. Jumat, 31 oktober 2008.
Hermas E Prabowo, Menuju Negara Pertanian Termaju di Dunia, selasa, 9 desember 2008.



 
Copyright 2010 CAKRAWALA INSTITUTE. All rights reserved.
Themes by Bonard Alfin l Home Recording l Distorsi Blog